Oke, jadi kita ngomongin kamera nih sekarang. Khususnya, satu kamera yang lumayan bikin heboh pas muncul karena tampilannya yang beda banget dari kamera modern kebanyakan: Nikon Z fc. Kalian yang ngikutin dunia fotografi atau sekadar suka lihat-lihat gadget keren pasti sadar, tren retro itu lagi kuat banget. Nah, Nikon Z fc ini adalah jawaban Nikon buat tren itu. Bentuknya, feel-nya, bener-bener ngingetin kita sama kamera film klasik Nikon F3 yang legendaris.
Pertama kali lihat, jujur aja, kesan “wow, keren banget!” itu langsung muncul. Desainnya tuh retro abis, tapi nggak norak. Elegan. Bodinya itu kotak, dengan simulasi kulit (walaupun ini plastik ya, jangan salah) di bagian depan dan material logam di bagian atas yang bikin terasa solid. Yang paling menonjol tentu aja deretan dial fisik di bagian atas. Ada dial buat ISO, Shutter Speed, dan Exposure Compensation. Ini bukan cuma pajangan, lho. Dial ini fungsional banget, bikin kita serasa balik ke era analog, di mana setiap pengaturan itu terasa lebih “disengaja”. Ada juga jendela kecil yang nunjukkin aperture atau bukaan lensa yang lagi kita pakai. Detail kecil kayak gini yang bikin kamera ini terasa spesial.
Build quality-nya sendiri terasa cukup baik untuk ukuran kamera mirrorless kelas menengah. Nggak seringan kelihatannya, ada bobotnya yang pas di tangan, memberikan kesan kokoh. Ukurannya juga relatif kompak, terutama kalau dipasangkan dengan lensa kit 16-50mm VR DX atau lensa prime 28mm f/2.8 (SE) yang didesain serasi sama bodinya. Ini penting banget buat yang nyari kamera buat dipakai sehari-hari, nggak terlalu besar, gampang dimasukin tas.
Tapi gimana soal ergonominya? Nah, ini agak tricky. Karena desainnya yang retro kotak, grip di bagian depan itu minim banget. Buat sebagian orang, ini mungkin terasa kurang mantap dipegang, apalagi kalau pakai lensa yang lebih berat atau besar. Nikon sendiri nyediain aksesoris tambahan berupa grip yang bisa dipasang di bagian depan, dan jujur, itu ngebantu banget buat kenyamanan memegang dalam waktu lama atau saat pakai lensa gede. Tanpa grip tambahan, rasanya memang lebih pas kalau pakai lensa-lensa kecil yang ringan.
Sekarang kita intip jeroannya. Nikon Z fc dibekali sensor APS-C (atau Nikon nyebutnya DX-format) beresolusi 20.9 megapiksel. Sensor ini sama persis dengan yang ada di Nikon Z50, kamera mirrorless DX pertama dari Nikon. Dipadukan dengan prosesor gambar EXPEED 6, performanya cukup ngebut. Autofokusnya lumayan responsif, termasuk ada fitur Eye-Detection AF baik untuk manusia maupun hewan, yang bekerja cukup baik dalam berbagai kondisi cahaya. Buat yang suka foto candid atau street photography, fitur AF ini sangat membantu untuk memastikan subjek utama kita tetap tajam.
Dalam hal kecepatan jepret, Z fc bisa continuous shooting sampai 11 frame per second dengan AF penuh. Ini lebih dari cukup buat nangkap momen-momen cepat dalam penggunaan harian, misalnya anak lagi main atau binatang peliharaan lagi beraksi. ISO range-nya juga luas, dari 100 sampai 51.200 (bisa diperluas lagi), jadi buat motret di kondisi low light pun masih bisa diandalkan, meskipun di ISO tinggi noise-nya mulai kelihatan, tapi masih dalam batas wajar untuk sensor ukuran DX. Review Realme X7 Pro: Smartphone 5G dengan Performa dan Desain Menawan
Fitur unik yang paling jadi daya tarik tentu saja cara pengoperasiannya yang mengandalkan dial fisik. Kamu mau ubah ISO? Putar dial ISO di kiri. Mau atur Shutter Speed? Putar dial di kanan. Kompensasi eksposur? Dial di sebelahnya lagi. Ini bener-bener bikin proses memotret terasa lebih “terhubung” sama kamera. Nggak melulu pencet-pencet tombol atau ngulik menu di layar sentuh. Rasanya beda aja, lebih “analog”. Ada kepuasan tersendiri saat memutar dial dan mendengar bunyi klik-nya.
Namun, perlu diingat juga, nggak semua pengaturan bisa diakses via dial fisik ini. Beberapa pengaturan lanjutan atau fitur tertentu tetap harus diakses lewat menu di layar sentuh, yang untungnya interface-nya khas Nikon dan cukup familiar buat pengguna Nikon sebelumnya, atau cukup intuitif buat yang baru pertama pakai. Layar sentuhnya sendiri bisa diputar ke samping dan diputar menghadap depan (vari-angle). Ini super duper kepake banget buat yang suka vlogging, selfie, atau motret dari angle ekstrem (rendah banget atau tinggi banget) tanpa harus ribet jongkok atau jinjit. Sangat fungsional untuk penggunaan sehari-hari yang dinamis.
Selain foto, kemampuan videonya juga nggak bisa diremehkan. Nikon Z fc bisa merekam video 4K sampai 30p tanpa crop dari lebar sensor. Ini berita bagus buat vlogger atau content creator pemula yang nyari kamera ringkas tapi capable buat bikin video berkualitas. Ada juga opsi Full HD sampai 120p buat bikin slow motion. Kualitas videonya terbilang bagus, warnanya khas Nikon yang natural. Mikrofon internalnya lumayan, tapi kalau serius ngerekam, ada port mic 3.5mm buat pasang mikrofon eksternal. Rahasia Foto Jalanan Pakai Ricoh GR III Buat Kamu
Nah, gimana performanya dalam pemakaian harian? Ini pertanyaan krusial. Buat gaya motret santai, jalan-jalan, motret keluarga, atau sekadar mendokumentasikan hidup sehari-hari, Nikon Z fc ini sangat menyenangkan dipakai. Ukurannya yang pas, desainnya yang stylish bikin kamu nggak canggung bawa-bawa kamera bagus. Malah kadang bisa jadi bahan obrolan karena tampilannya yang retro. Mengoperasikan pakai dial-dial itu juga bikin proses motret terasa lebih mindful, lebih lambat tapi lebih menyenangkan, terutama kalau kamu punya waktu buat nikah tin prosesnya. Kualitas fotonya, khas sensor DX Nikon, warnanya cakep, detailnya cukup buat di-share di media sosial atau cetak ukuran standar.
Tapi ada beberapa catatan nih buat penggunaan harian. Pertama, masalah grip tadi. Kalau tanganmu besar atau suka pakai lensa berat, grip tambahan itu hampir wajib. Kedua, baterai. Kapasitas baterainya (EN-EL25) terbilang standar untuk kelasnya. Kalau dipakai intensif, apalagi sambil sering lihat layar atau rekam video, siap-siap bawa baterai cadangan atau power bank. Untungnya, Z fc ini bisa di-charge lewat port USB-C (Power Delivery), jadi kamu bisa isi daya pakai power bank di jalan, ini fitur yang sangat nyaman buat daily user.
Kekurangan lain yang cukup terasa, terutama kalau kamu sering motret di kondisi low light atau rekam video sambil jalan, adalah absennya fitur In-Body Image Stabilization (IBIS). Stabilisasi gambar di kamera ini hanya mengandalkan stabilisasi di lensa (VR). Lensa kit 16-50mm VR sudah ada VR-nya, tapi kalau kamu pasang lensa prime yang nggak ada VR, atau pakai lensa F-mount via adapter yang nggak ada VR, hasilnya bisa gampang goyang. Ini mungkin bukan deal-breaker buat semua orang, tapi buat yang sering handheld di cahaya minim atau vlogging tanpa gimbal, ini perlu dipertimbangkan.
Ekosistem lensa Nikon Z DX juga masih terbilang terbatas dibandingkan dengan lini full-frame Z atau kompetitor lain di kelas APS-C. Memang ada beberapa pilihan lensa prime dan zoom yang bagus, tapi belum sekomprehensif merk lain. Untungnya, kamera ini kompatibel dengan semua lensa Nikon Z full-frame (FX), tapi ya ukurannya jadi nggak seimbang sama bodi Z fc yang kompak, dan harganya juga biasanya lebih mahal. Kamu juga bisa pasang lensa F-mount lama pakai adapter FTZ, tapi lagi-lagi, ukurannya jadi nggak ringkas dan fokusnya kadang nggak secepat lensa Z native.
Jadi, Nikon Z fc ini cocok nggak sih buat kamera daily kamu? Jawabannya tergantung, kamu tipe pengguna yang kayak gimana. Kalau kamu adalah orang yang:
- Sangat peduli sama desain dan penampilan kamera.
- Suka dengan cara pengoperasian klasik pakai dial fisik.
- Nyari kamera yang nggak terlalu besar, mudah dibawa jalan-jalan.
- Butuh kualitas foto dan video yang bagus untuk di-share atau bikin konten.
- Lebih sering motret di kondisi cahaya cukup atau pakai lensa yang ada VR-nya.
- Nggak masalah kalau harus investasi di grip tambahan atau baterai cadangan.
…maka Nikon Z fc ini bisa jadi pilihan yang sangat menarik dan menyenangkan.
Tapi kalau kamu adalah orang yang:
- Memprioritaskan ergonomi dengan grip yang dalam dan mantap.
- Pengen semua pengaturan bisa diakses secepat kilat via tombol atau layar sentuh modern.
- Sangat sering motret di low light handheld tanpa tripod.
- Butuh ekosistem lensa APS-C yang sangat luas dari awal.
- Lebih fokus pada performa dan fitur teknis semata tanpa peduli estetika.
…mungkin ada kamera lain di kelas yang sama dari Nikon (seperti Z50) atau dari merk lain yang lebih cocok buat kamu.
Sebagai kesimpulan, Nikon Z fc ini adalah kamera yang punya kepribadian kuat. Dia nggak mencoba jadi kamera mirrorless APS-C paling kenceng atau paling canggih secara fitur murni. Target utamanya adalah memberikan pengalaman memotret yang berbeda dan menyenangkan, dibalut dalam desain yang bikin orang nengok. Kualitas foto dan videonya sendiri sudah sangat mumpuni buat kebutuhan harian atau bahkan buat yang mulai serius. Kekurangan di ergonomi (tanpa grip) dan absennya IBIS bisa diatasi atau mungkin nggak terlalu penting tergantung kebutuhanmu.
Jadi, kalau kamu nyari kamera daily yang stylish, fun to use, dan punya kemampuan yang solid, Nikon Z fc ini layak banget masuk daftar pertimbanganmu. Dia bukan cuma alat buat mengambil gambar, tapi juga sebuah gadget gaya hidup yang bikin proses pengambilan gambar itu sendiri terasa lebih spesial.
Review Realme C12: Smartphone Terjangkau dengan Baterai Jumbo dan Performa HandalShare this content: