Dunia fotografi itu luas banget, dan nggak melulu soal kamera segede gaban atau lensa panjang yang bikin punggung pegal. Kadang, keindahan justru ada di kesederhanaan. Nah, kalau ngomongin kamera yang kecil tapi punya ‘gigitan’ luar biasa, Ricoh GR III ini langsung terlintas di pikiran. Julukan “kecil-kecil cabe rawit” itu bener-bener pas buat dia.
Pertama kali lihat Ricoh GR III, kesannya itu minimalis dan nggak neko-neko. Desainnya persegi panjang yang kompak banget, pas masuk saku celana atau jaket tanpa bikin tonjolan aneh. Ini poin krusial buat yang suka motret diam-diam alias street photography. Nggak ada yang curiga kamu lagi bawa kamera serius. Material bodinya terasa solid di tangan, nggak kayak mainan murahan. Bobotnya juga ringan tapi nggak terlalu ringan sampai terasa ringkih. Pas lah.
Tombol-tombol dan dial-nya ditempatkan dengan cerdas. Walaupun kecil, Ricoh berhasil menempatkan kontrol-kontrol esensial di tempat yang mudah dijangkau jempol dan telunjuk kanan. Buat yang suka motret satu tangan, ini nyaman banget. Ada dua dial di depan dan belakang, satu roda navigasi di belakang, plus beberapa tombol fungsi yang bisa dikustomisasi. Desainnya memang sengaja dibuat untuk kecepatan dan diskresi dalam motret.
Oke, fisik sudah dibahas. Sekarang masuk ke jeroan yang bikin dia dijuluki cabe rawit. Di balik bodi mungil itu, Ricoh GR III dipersenjatai sensor APS-C 24.2 megapiksel. Yap, sensor seukuran kamera mirrorless atau DSLR kelas menengah ada di kamera saku ini! Ini langsung jadi pembeda signifikan. Dengan sensor sebesar itu, kualitas gambar yang dihasilkan otomatis jauh di atas rata-rata kamera saku biasa atau bahkan sensor di sebagian besar smartphone terbaru.
Detail gambarnya tajam, dynamic range-nya luas (artinya bisa menangkap detail di area paling terang dan paling gelap sekaligus), dan performanya di kondisi minim cahaya juga cukup mumpuni. Kamu bisa motret di sore hari atau di dalam ruangan tanpa terlalu khawatir soal noise yang merusak gambar. Apalagi ditambah dengan In-Body Image Stabilization (IBIS) 3-axis, membantu banget untuk motret handheld di shutter speed yang lebih rendah tanpa blur karena goyangan tangan.
Yang paling legendaris dari seri GR adalah lensanya. Ricoh GR III ini pakai lensa fix 18.3mm f/2.8, yang kalau di sensor APS-C setara dengan lensa 28mm di full frame. Kenapa 28mm? Focal length ini adalah favorit para street photographer karena bidang pandangnya yang lebar tapi masih humanis, pas untuk menangkap adegan lengkap di jalanan tanpa distorsi berlebihan. Lensa ini juga terkenal tajam dari tengah sampai ke pinggir dan punya rendering warna yang khas dan enak dilihat. Bokeh-nya juga lumayan creamy untuk ukuran f/2.8.
Fitur unik Ricoh GR III yang paling keren dan wajib kamu coba adalah “Snap Focus”. Ini fitur legendaris dari seri GR. Kamu bisa mengatur kamera untuk langsung fokus di jarak tertentu (misalnya 1 meter, 1.5 meter, 2 meter, 2.5 meter, 5 meter, atau infinity) begitu tombol shutter ditekan penuh, tanpa harus menunggu autofokus mengunci. Ini super cepat dan ideal banget buat motret momen spontan di jalanan. Begitu lihat adegan menarik, tinggal bidik dan tekan shutter, nggak pakai mikir fokus lagi. Tinggal pastikan subjeknya ada di jarak yang kamu setting. Kecepatan ini kadang yang bikin kamu dapat foto yang nggak bisa didapat pakai kamera lain yang perlu ‘mikiran’ fokus dulu.
Autofokusnya sendiri, Ricoh GR III pakai sistem Hybrid AF yang menggabungkan Phase Detection dan Contrast Detection. Di kondisi terang dan subjek nggak terlalu bergerak cepat, AF-nya cukup responsif dan akurat. Tapi memang bukan yang tercepat di kelasnya, terutama kalau dibandingkan kamera mirrorless terbaru. Kadang di kondisi cahaya sulit, dia agak hunting fokus. Tapi buat gaya motret street yang sering pakai Snap Focus atau preset focus, hal ini nggak terlalu jadi masalah besar.
Selain Snap Focus, ada juga fitur cropping mode yang berguna. Kamu bisa ‘crop’ gambar secara digital di kamera untuk simulasi focal length 35mm atau 50mm. Ini fleksibel banget buat yang suka komposisi lebih ketat tanpa harus melakukan post-processing. Walaupun tentu saja ini adalah digital crop, jadi megapikselnya akan berkurang (sekitar 15MP untuk 35mm dan 7MP untuk 50mm), tapi buat beberapa kebutuhan ini sangat praktis.
Ricoh juga menyematkan touchscreen pada layar LCD-nya, yang lumayan membantu untuk memilih titik fokus atau mengubah beberapa pengaturan cepat. Menu-menunya tertata rapi, meskipun buat yang baru pertama pakai Ricoh mungkin butuh adaptasi sebentar.
Bagian menarik lainnya adalah simulasi warna alias filter di Ricoh GR III. Ricoh punya reputasi bagus soal JPEG engine mereka. File JPEG yang keluar dari kamera ini udah keren dari sananya. Ada beberapa preset warna yang populer, salah satunya adalah “Positive Film” yang memberikan warna-warna pop dan sedikit kontras, cocok buat gaya visual yang dramatis. Buat yang malas atau nggak punya waktu banyak buat editing, file JPEG dari GR III ini sudah sangat usable.
Sekarang, ngomongin pengalaman pemakaian harian. Membawa Ricoh GR III itu rasanya nggak beban sama sekali. Dia selalu siap sedia di saku atau tas kecil. Begitu ada momen, cepat dikeluarkan, cepat nyala, dan siap motret (apalagi pakai Snap Focus). Rasanya kayak bawa buku catatan visual yang super canggih.
Tapi tentu saja, nggak ada gadget yang sempurna. Ricoh GR III juga punya beberapa kekurangan yang perlu kamu tahu sebelum memutuskan meminangnya. Yang paling sering dikeluhkan pengguna adalah baterainya. Baterai Ricoh GR III memang terbilang boros. Dalam sehari motret yang aktif, apalagi kalau sering review hasil foto di layar atau pakai Wi-Fi, satu baterai kayaknya nggak akan cukup. Jadi, wajib banget sedia minimal satu atau dua baterai cadangan kalau mau motret seharian. Ini kompromi yang harus diterima demi bodi yang super kompak.
Kekurangan lain bagi sebagian orang mungkin adalah absennya viewfinder. Kamu sepenuhnya bergantung pada layar LCD di belakang. Di bawah terik matahari langsung, terkadang melihat layar bisa agak susah. Buat yang terbiasa dengan viewfinder, ini butuh penyesuaian. Tapi lagi-lagi, ini juga demi mempertahankan ukuran bodi yang minimalis.
Terus soal lensa fix 28mm. Walaupun bagus, ya dia hanya 28mm. Nggak bisa zoom in atau out. Kalau kamu butuh fleksibilitas focal length, Ricoh GR III jelas bukan satu-satunya kamera yang kamu butuhkan. Dia lebih cocok jadi kamera pendamping atau kamera utama kalau gaya motretmu memang pas dengan focal length ini.
Dan ada isu soal debu masuk ke sensor. Walaupun Ricoh udah melakukan perbaikan di generasi terbaru, potensi debu masuk ke dalam lensa atau sensor tetap ada, terutama kalau sering dipakai di lingkungan yang berdebu. Membersihkannya bisa jadi tantangan tersendiri.
Harga Ricoh GR III juga nggak bisa dibilang murah. Dia ada di rentang harga kamera mirrorless entry-level atau bahkan mid-range. Jadi kamu bayar mahal untuk kombinasi kualitas gambar sensor besar dan ukuran bodi yang super kompak. Ini bukan kamera saku murah meriah.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan tadi, Ricoh GR III menawarkan sesuatu yang unik dan sulit dicari di kamera lain: kombinasi kualitas gambar luar biasa dari sensor APS-C, lensa fix 28mm yang legendaris, bodi super kompak yang pas di saku, dan user interface yang dirancang untuk kecepatan motret spontan.
Dia bukan kamera serba bisa. Dia bukan kamera buat motret olahraga dari jauh atau satwa liar. Dia adalah kamera yang sangat spesialis, dan spesialisasinya adalah “always with you” camera yang bisa menghasilkan gambar berkualitas tinggi kapanpun dan di manapun kamu berada. Dia memaksa kamu untuk lebih berpikir soal komposisi karena focal length-nya fix, dan itu justru bisa melatih mata dan skill fotografi.
Jadi, buat siapa Ricoh GR III ini? Buat kamu yang serius di fotografi tapi pengen punya kamera yang nggak ribet dibawa-bawa. Buat kamu yang suka street photography, travel photography, atau sekadar mendokumentasikan kehidupan sehari-hari dengan gaya yang discreet. Buat kamu yang menghargai kualitas gambar di atas segalanya tapi benci sama ukuran dan berat kamera tradisional. Buat kamu yang mengerti filosofi “less is more” dalam hal perlengkapan.
Kesimpulannya, Ricoh GR III ini memang bukan untuk semua orang. Kekurangannya ada, terutama di baterai dan lensa fix-nya. Tapi kalau kamu masuk dalam kategori orang yang membutuhkan kelebihan-kelebihannya (kualitas gambar top di bodi saku, Snap Focus, diskresi), maka kamera ini bisa jadi investasi yang sangat berharga dan nggak bakal bikin nyesel. Dia itu kayak sahabat setia yang selalu ada di saku, siap menangkap momen indah yang seringkali datang tanpa diundang. Kecil-kecil memang cabe rawit, pedasnya (kualitasnya) bikin nagih.
Share this content: