Sony A7 IV Itu Kamera Atau Pacar Kok Bikin Nempel Terus Ya Kamu Cobain Deh

Oke, jadi gini. Ngomongin kamera itu kadang kayak ngomongin… yah, sesuatu yang personal gitu. Ada yang cuma butuh buat jepret-jepret biasa, ada yang buat kerja serius, dan ada juga yang… kok ya betah banget make satu kamera sampai rasanya kayak nggak bisa lepas? Nah, Sony A7 IV ini salah satunya yang sering bikin dilema gitu. Dibilang kamera? Ya jelas. Tapi kok ya bikin nempel terus, nggak pengen ganti-ganti? Ini nih yang menarik buat kita bedah bareng.

Sony A7 IV: Kesan Pertama, Si Multitasking yang Sopan

Pas pertama kali pegang, feel-nya langsung beda dibanding generasi sebelumnya (A7 III). Genggamannya lebih mantap, lebih deep gitu. Bagian grip-nya kerasa lebih ergonomis, bikin nyaman saat dipegang lama, meskipun pakai lensa yang ukurannya lumayan gede. Tombol-tombolnya juga terasa lebih taktil dan penempatannya somehow kerasa lebih pas di jari. Dials di bagian atas juga ada beberapa perubahan yang bikin setting lebih cepat diakses, misalnya dial mode yang sekarang punya layer terpisah buat mode foto, video, dan S&Q (Slow & Quick). Ini inovasi kecil tapi dampaknya besar buat transisi cepat antara foto dan video.

Layar vari-angle-nya? Nah, ini dia salah satu update yang minor tapi esensial banget buat para vlogger, content creator, atau yang sering motret di angle-angle susah (low angle, high angle, atau bahkan motret diri sendiri). Bisa diputar ke samping lalu diputar lagi menghadap ke depan, nggak kayak dulu yang cuma tilt doang ke atas dan ke bawah. Fleksibilitas ini bikin kerja jadi jauh lebih efisien dan nyaman. Layarnya sendiri juga lebih tajam dan responsif sentuhannya.

Electronic Viewfinder (EVF)-nya juga dapet upgrade. Resolusinya naik jadi 3.68 juta titik, lebih tajam dan detail dibanding 2.36 juta titik di A7 III. Pengalaman membidik jadi lebih menyenangkan, apalagi buat yang sering motret di kondisi cahaya terang di mana layar LCD susah kelihatan. Desain bodynya sendiri khas Sony mirrorless kelas menengah ke atas lah, elegan, nggak terlalu mencolok dengan finishing matte yang nggak gampang ninggalin bekas sidik jari, tapi build quality-nya kerasa solid. Bobotnya juga pas, nggak terlalu berat buat dibawa-bawa seharian. Overall, kesan pertamanya: ini kamera serius, build-nya bagus, ergonomis, dan siap diajak gaul ke mana aja buat berbagai kebutuhan.

Jantung Pacu Sony A7 IV: Sensor 33MP & Performa Ngebut ala Kakak Mahal

Ini nih yang bikin penasaran. Sensornya 33 Megapixel full-frame back-illuminated Exmor R CMOS. Angkanya sih nggak langsung lompat drastis dari 24MP A7 III, tapi ternyata bedanya lumayan signifikan di dunia nyata. Detailnya lebih kerasa, terutama kalau dilihat di monitor besar atau saat di-crop. Cropping flexibility juga nambah, berguna banget kalau kita motret subjek yang jauh dan butuh di-zoom in saat editing. Dynamic range-nya juara, mau di area terang atau gelap (highlights & shadows), masih banyak data yang bisa diselamatin di file RAW-nya saat editing. Buat yang suka ngedit foto sampai puas, dorong-dorong exposure atau shadows, ini poin plus banget. File RAW-nya A7 IV ini memang ‘lentur’ banget.

Noise management di ISO tinggi juga oke banget. Sampai ISO 12800 atau bahkan 25600 masih bisa dapet hasil yang lumayan bersih kalau di-처리 (processing) dengan baik. Tentu aja ada batasnya, tapi buat kebutuhan umum sampai semi-profesional, performa ISO tingginya sih jempolan, bikin kita lebih pede motret di kondisi low light tanpa flash.

Didukung prosesor gambar BIONZ XR yang sama kayak di kamera flagship Sony seperti A1 atau A7S III, performa A7 IV kerasa banget ngebutnya. Navigasi menu lancar, start-up cepat, nggak ada lag saat pindah-pindah setting. Shutter lag-nya minim. Ini bikin pengalaman motret jadi responsif. Buffer saat burst photo juga lumayan lega buat ukuran file 33MP, terutama kalau pakai kartu CFexpress Type A yang cepat. Mau jepret beruntun buat nangkap momen? Nggak masalah.

Meskipun kecepatan burst maksimalnya di 10fps (menggunakan electronic shutter atau mechanical shutter dengan kompresi Lossy Compressed RAW/JPEG dan blackout), atau 6fps (mechanical shutter dengan Lossless Compressed RAW/Uncompressed RAW dengan live view), ini udah lebih dari cukup buat kebanyakan skenario fotografi, kecuali mungkin buat fotografer olahraga profesional kelas atas. Kecepatan 10fps dengan AF/AE tracking itu udah powerful banget buat momen-momen cepat.

Autofocus yang Nempel Kayak Perangko, Susah Lepas!

Ngomongin Sony nggak lengkap tanpa ngomongin autofocus. Dan di A7 IV, AF-nya ini beneran bikin geleng-geleng kepala, bahkan bisa dibilang ini salah satu pilar utama kenapa kamera ini bikin nempel. Sistem hybrid AF-nya pakai 759 titik phase-detection dan 425 titik contrast-detection yang mencakup hampir seluruh area frame (94% area gambar buat foto, 92% buat video). Ini bikin tracking subjek jadi super duper reliable, bahkan di pinggiran frame.

Fitur Real-time Tracking dan Real-time Eye AF-nya juga udah di-upgrade signifikan berkat prosesor baru dan algoritma AF dari kamera-kamera high-end Sony. Eye AF-nya nggak cuma bisa buat manusia (dengan akurasi yang gila bahkan kalau subjek pakai kacamata atau topeng tipis) dan binatang (anjing, kucing), tapi sekarang bisa juga buat burung! Dan seriusan, tracking-nya itu lengket banget, kayak lem super. Mau subjeknya bergerak cepat, lari, pindah-pindah posisi, berputar, atau bahkan muncul-tenggelam dari frame (misalnya di balik pohon atau pagar), fokusnya itu kayak dikunci mati di mata subjek. Ini fitur penyelamat banget buat motret portrait dinamis, acara olahraga (ringan sampai menengah), motret anak-anak yang nggak bisa diem, atau satwa liar. Tingkat keberhasilan dapet foto tajam di momen krusial jadi jauh lebih tinggi.

Buat video juga sama, AF-nya smooth dan akurat. Ada banyak setting buat ngatur kecepatan transisi fokus dan sensitivitas tracking-nya, bikin kita bisa dapetin efek focus pull yang mulus atau sebaliknya, tracking yang agresif. Fokusnya pindah dari satu mata ke mata lain (kalau ada dua orang dalam frame) tanpa hunting atau goyang-goyang aneh. Fitur AF di A7 IV ini beneran bikin nyaman kerja, mengurangi banyak stress, dan bikin kita lebih fokus ke komposisi atau momen, bukan sibuk mikirin fokusnya udah bener apa belum.

Kemampuan Video yang Bukan Sekadar Pelengkap, Tapi Seriusan Mantap

Ini nih yang bikin Sony A7 IV sering disebut hybrid king, kamera buat fotografer yang juga videografer, atau sebaliknya. Kemampuan videonya nggak main-main, bisa dibilang udah di level profesional muda. Bisa rekam 4K 60p (tapi ada crop 1.5x dari area Super 35mm, mirip sensor APS-C) dan 4K 30p (oversampled dari 7K tanpa crop full frame). Oversampling 7K ke 4K ini bikin video 4K 30p-nya super tajam dan detail.

Yang paling penting dan jadi daya tarik utama buat videografer: dia bisa rekam video 10-bit 4:2:2 internal! Ini krusial banget buat yang serius color grading atau butuh fleksibilitas maksimal saat editing. Gradasi warna di video 10-bit jauh lebih halus, nggak ada banding (banding) di area-area gradien warna kayak langit atau kulit, dynamic range lebih lebar di video (terutama kalau pakai S-Log3), dan fleksibilitas saat koreksi warna atau grading di post-produksi jauh lebih besar dibanding 8-bit.

Ada juga Picture Profiles lengkap termasuk S-Log3 (buat dynamic range paling lebar), S-Cinetone (profil warna ala kamera sinema Sony yang enak banget dilihat, kontrasnya pas, warnanya natural, cocok buat yang nggak mau banyak grading tapi butuh look sinematik), dan HLG (Hybrid Log-Gamma) buat workflow HDR. Fleksibilitas format rekamnya lengkap, mulai dari XAVC S (H.264) sampai XAVC HS (H.265) yang lebih efisien kompresinya.

Fitur Active Stabilization di dalam bodinya juga ngebantu banget meredam getaran saat rekam video handheld, terutama saat jalan pelan. Hasilnya lumayan stabil, meskipun tentu aja nggak bisa ngalahin kestabilan gimbal dedicated, tapi buat kebutuhan vlogging atau quick shots, ini udah sangat membantu. Oh iya, ada juga fitur Focus Breathing Compensation (buat lensa E-mount tertentu yang kompatibel) yang bisa minimalisir perubahan sudut pandang (zoom in/out sedikit) saat focus pulling, dan Focus Map yang nampilin mana area yang in-focus/out-of-focus dalam bentuk visual overlay warna-warni di layar. Detail-detail kecil kayak gini yang nunjukin kalau Sony serius garap fitur videonya di A7 IV dan dengerin masukan dari penggunanya.

Soal durasi rekam? Ini perbaikan besar dibanding generasi awal Sony mirrorless. Sony ngasih kabar baik di A7 IV soal manajemen panas. Kita bisa setting limit suhu (Standard atau High) dan biasanya di suhu ruangan normal, merekam 4K 30p 10-bit itu bisa nyampe limit kartu memori atau baterai habis, jarang overheat sampai mati mendadak kayak dulu. Rekam 4K 60p memang lebih butuh perhatian (karena ada crop dan kerja prosesornya lebih keras), tapi setidaknya nggak se-khawatir di kamera-kamera Sony generasi awal. Ini bikin kita lebih pede buat ngambil shoot-shoot video panjang.

Pengalaman Pakai Sehari-hari: Partner yang Siap Diajak Ngapain Aja

Gimana rasanya bawa A7 IV buat motret seharian di event, hunting landscape, motret portrait di studio, atau ngevlog di jalan? Nyaman banget. Bobotnya pas, nggak terlalu berat tapi nggak kerasa murahan juga. Grip-nya yang lebih dalam bikin jari manis dan kelingking nggak gantung, jadi pegang kamera kerasa solid, apalagi kalau pakai lensa telefoto atau lensa-lensa GM yang agak bongsor. Desain bodynya juga udah punya rating ketahanan terhadap debu dan kelembaban (dust and moisture resistant), meskipun bukan berarti bisa dibawa nyelam ya! Tapi setidaknya lebih tenang kalau kena gerimis tipis atau motret di lingkungan berdebu.

Menu barunya jauh lebih terstruktur, berbasis list seperti A7S III/A1, dan touch-friendly. Jauh banget peningkatannya dibanding menu Sony yang terkenal “ruwet” di kamera-kamera lama. Meskipun masih butuh waktu adaptasi buat yang udah kebiasa sama menu lama, tapi begitu terbiasa, pindah setting jadi jauh lebih cepat dan intuitif. Navigasinya bisa pakai joystick, dial, atau langsung sentuh di layar.

Kustomisasi tombolnya banyak banget, hampir semua tombol fisik bisa di-assign fungsinya sesuai keinginan kita. Ada juga My Menu yang bisa diisi shortcut ke setting-setting yang paling sering dipakai. Jadi, kita bisa setting kamera ini sesuai banget sama workflow pribadi kita.

Baterainya pakai NP-FZ100 yang udah terbukti awet di kamera Sony modern lainnya. Daya tahan baterainya lumayan oke buat motret, bisa dapet ratusan shot dalam sehari tergantung pemakaian. Tapi namanya mirrorless, kalau buat video atau pakai electronic viewfinder terus-terusan ya tetep aja boros dibanding DSLR. Bawa baterai cadangan itu wajib hukumnya kalau mau seharian penuh motret atau ngerekam. Untungnya, dia bisa di-charge atau pakai power langsung dari USB-C power delivery (PD), jadi bisa pakai power bank yang support PD kalau lagi di lapangan dan nggak ada colokan listrik.

Dua slot kartu memori (slot 1 hybrid CFexpress Type A / SDXC UHS-II, slot 2 SDXC UHS-II) itu penting banget buat profesional yang butuh backup instan (record di dua kartu sekaligus) atau kapasitas besar buat file RAW 33MP dan video 10-bit. Kecepatan transfer datanya juga lumayan kenceng lewat port USB-C SuperSpeed 10Gbps.

Fitur konektivitas nirkabelnya juga lumayan lengkap, ada Wi-Fi 5GHz buat transfer file cepet ke HP/tablet lewat aplikasi Imaging Edge Mobile yang udah di-upgrade, atau bisa juga buat tethering ke laptop. Bahkan bisa live streaming langsung dari kamera via USB-C tanpa butuh capture card tambahan, dengan resolusi sampai 1080p 60p. Ini berguna banget buat content creator, gamer yang live streaming, atau yang sering bikin tutorial/webinar pakai kamera serius sebagai webcam.

Kelebihan Sony A7 IV: Kenapa Bikin Nempel Terus?

  • Sensor 33MP Baru: Lompatan resolusi yang pas, detail lebih baik, cropping flexibility nambah, dynamic range luas.
  • Autofocus Juara Dunia: Real-time Tracking & Eye AF super lengket buat manusia, binatang, dan BURUNG. Akurasi dan kecepatannya top tier di kelasnya.
  • Kemampuan Video Powerful: 4K 60p (crop), 4K 30p (oversampled full frame super tajam), rekam 10-bit 4:2:2 internal, S-Cinetone, S-Log3. Udah sangat mumpuni buat produksi video serius.
  • Ergonomi & Desain Lebih Baik: Genggaman lebih mantap, tombol-tombol lebih taktil dan kustomisasi, layar vari-angle fleksibel. Pengalaman pakai fisik lebih nyaman.
  • Menu Baru: Jauh lebih intuitif, terstruktur, dan touch-friendly. Bye bye menu Sony yang bikin pusing.
  • Dual Card Slot: Aman buat profesional, bisa backup instan atau pakai kartu super cepat (CFexpress A).
  • Konektivitas Lengkap: USB-C PD, Wi-Fi 5GHz, Live Streaming langsung via USB, transfer data cepat.
  • Manajemen Panas Lebih Baik: Rekam video durasi panjang di 4K 30p udah jauh lebih tenang.
  • EVF Resolusi Tinggi: Pengalaman membidik lebih baik dan detail.
  • Ekosistem Lensa Luas: E-mount punya sangat banyak pilihan lensa berkualitas tinggi dari Sony maupun third-party (Sigma, Tamron, Samyang, Viltrox, dll.) dengan berbagai rentang harga. Ini investasi jangka panjang yang bagus.

Kekurangan Sony A7 IV: Ada Juga yang Kurang Asik

  • Harga: Dibanding A7 III saat pertama rilis, A7 IV ini memang banderolnya lumayan lebih tinggi. Menempatkannya di segmen yang cukup premium buat “kamera hybrid entry-level” full frame Sony. Bukan kamera yang ramah di kantong buat semua orang.
  • 4K 60p ada Crop: Sayang banget buat yang pengen slow motion 4K di full frame view. Kalau mau 4K 60p tanpa crop, harus lirik A7S III atau FX3/FX6 yang harganya beda kelas jauh. Crop 1.5x di 4K 60p juga bikin butuh lensa yang lebih wide buat dapetin sudut pandang yang sama.
  • Rolling Shutter: Meskipun udah lebih baik dari generasi sebelumnya, rolling shutter masih cukup terlihat di video, terutama saat panning cepat atau ada gerakan vertikal di frame (misalnya tiang listrik). Ini efek umum di sensor CMOS, tapi di beberapa kamera lain (kayak A7S III dengan sensor stacked) efeknya minimal.
  • Buffer Burst Photo: Saat jepret RAW Lossless/Uncompressed di 6fps, buffernya nggak selega kalau pakai Lossy Compressed RAW di 10fps. Kalau mau kecepatan maksimal dengan buffer yang dalam, butuh kartu CFexpress Type A yang harganya lumayan menguras dompet.
  • Desain Body Masih Mirip-mirip: Bagi sebagian orang, desain fisiknya mungkin terasa kurang fresh atau kurang ‘wah’ dibanding beberapa kompetitor yang tampil lebih berani. Tapi ini selera ya.

Jadi, Sony A7 IV Itu Kamera atau Pacar Kok Bikin Nempel Terus Ya? Kamu Cobain Deh!

Nah, balik lagi ke pertanyaan awal yang agak nyeleneh tapi relateable. Kenapa sih A7 IV ini bisa bikin nempel terus, susah dilirik kamera lain? Karena dia itu paket komplit yang sangat-sangat matang dan versatile. Dia nggak punya satu fitur yang “wah banget” sampai bikin kamera lain kelihatan kuno (kecuali mungkin AF-nya yang memang superior di kelasnya saat pertama rilis), tapi dia ngasih upgrade signifikan di area-area krusial yang paling penting buat fotografer dan videografer modern:

Resolusi sensor yang nambah bikin foto lebih detail dan fleksibel buat di-crop. Kemampuan video 10-bit internal dan profil warna S-Cinetone bikin video makin serius dan mudah di-grading. Autofocusnya yang lengket dan cerdas bikin motret atau rekam video subjek bergerak jadi gampang banget, minim miss fokus. Ergonomi dan menu yang improved bikin pakainya lebih nyaman dan cepat. Manajemen panas yang lebih baik bikin durasi rekam video nggak was-was lagi di banyak skenario. Singkatnya, Sony A7 IV itu kayak teman hidup yang bisa diandalkan di berbagai situasi dan nggak banyak nuntut.

Dia bisa diandalkan buat motret landscape dengan detail tinggi yang siap dicetak besar, buat portrait dengan background blur yang creamy (tergantung lensa ya!) dan mata yang super tajam berkat Eye AF, buat motret acara (wedding, event korporat) yang butuh AF cepat dan akurat di kondisi minim cahaya, buat motret produk, bahkan buat bikin video sinematik atau konten YouTube yang serius dengan kualitas broadcast. Fleksibilitasnya ini yang bikin susah move on. Kamu nggak perlu mikirin “aduh, ini kamera gue bisa ini nggak ya?” karena kemungkinan besar, A7 IV BISA, dan hasilnya bagus.

Memang harganya nggak bisa dibilang murah, ini bukan kamera full frame termurah di pasaran. Tapi kalau kamu butuh satu kamera yang bisa diandalkan banget buat kerja profesional atau semi-profesional (foto serius dan video serius), yang performanya cepat, AF-nya nggak pernah meleset, punya fitur video 10-bit yang krusial buat grading, dan punya ekosistem lensa E-mount yang sangat luas dengan pilihan dari berbagai merk dan harga, Sony A7 IV ini adalah pilihan yang sangat-sangat kuat dan value-nya tinggi dalam jangka panjang. Dia bukan kamera yang cuma jago di satu area, tapi jago di banyak area krusial yang dibutuhkan oleh content creator atau fotografer/videografer hybrid zaman sekarang.

Buat yang tadinya pakai A7 III dan ngerasa “ini udah cukup kok buat gue”, coba deh pegang A7 IV. Rasain bedanya di genggaman, liat di menu barunya, coba AF-nya buat motret subjek bergerak, dan paling penting, coba rekam video 10-bitnya dan bandingkan fleksibilitasnya saat editing. Pasti ada dorongan kuat buat upgrade karena experience dan hasilnya memang next level. Buat yang baru mau masuk ke dunia full frame mirrorless dan butuh kamera yang bisa diandalkan banget, punya fitur lengkap buat foto dan video, serta bisa berkembang bareng skill kamu (baik foto maupun video), A7 IV ini pondasi yang sangat solid dan bisa dipakai bertahun-tahun ke depan.

Jadi, kalau ditanya lagi, Sony A7 IV itu kamera atau pacar? Ya kamera sih. Tapi kamera yang bikin betah banget, yang bisa diandalkan buat banyak hal, yang performanya bikin kamu ngerasa nyaman dan pede saat berkarya, dan yang hasilnya jarang ngecewain. Rasanya emang kayak punya partner setia yang selalu siap nemenin kamu berkreasi. Makanya, nggak heran kalau banyak yang bilang kamera ini bikin nempel terus. Nggak usah kebanyakan mikir, kamu cobain deh sendiri. Mungkin kamu bakal ngerasain hal yang sama.

Share this content: